RMOLBengkulu. Penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Lebong, diam-diam masih berlanjut, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, mulai periksa Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) satu persatu.
Hal itu berdasarkan surat yang dikeluarkan Kejati Bengkulu dengan nomor: SP.306/L.7.5/Fd.1/11/2020 yang ditandatangani Aspidsus Kejati Bengkulu, Pandoe Pramoe Kartika tertanggal 4 November perihal permintaan keterangan.
Pemeriksaan dijadwalkan Senin (9/11) kemarin di Kantor Kejati Bengkulu pada pukul 09.00 WIB. Adapun PPTK yang dipanggil berinisial IN.
Bahkan, saat dikonfirmasi salah satu PPTK dalam satu item kegiatan di Setda itu membernarkan telah dimintai keterangan.
"Ya (dipanggil)," singkat IN yang dikonfirmasi wartawan RMOLBengkulu, Senin (9/11) kemarin melalui pesan singkat.
Informasi di lapangan, sejumlah orang yang dipanggil masih dalam tahap penyelidikan dan mereka sendiri dipanggil hanya untuk meminta keterangan terkait kasus ini.
Aspidsus Kejati Bengkulu, Pandoe Pramoe Kartika, saat dikonfirmasi wartawan dalam penanganan kasus itu belum berhasil dimintai keterangan.
Namun, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, menyatakan, bahwa setiap perkara dengan status penyelidikan belum bisa disampaikan ke publik, hingga penyelidikan (lidik) naik menjadi penyidikan (dik).
"Kalau masih penyelidikan, belum bisa disampaikan ke publik," ucapnya Rabu (4/11) lalu.
Ia juga sebelumnya, memastikan penanganan dugaan tindak pidana korupsi (TPK) di lingkungan Setda Lebong tersebut tetap berjalan hingga tuntas. "Iya (dikawal). Nanti (akan disampaikan ke publik)," tuturnya.
Data dihimpun, anggaran yang diduga bermasalah berasal dari tahun anggaran (TA) 2019. Nilainya diperkirakan mencapai Rp 24 miliar.
Saat ini, kasus dugaan korupsi di Setda tersebut sedang diusut oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu sesuai surat perintah penyelidikan nomor: Print-1891/L.7/Fd.1/10/2020 tanggal 09 Oktober 2020.
Informasi yang diperoleh, dasar Kejati Bengkulu melakukan pengusutan lantaran adanya laporan indikasi mulai uang hari harian, biaya-biaya honor, dugaan mark up (penggelembungan anggaran) Surat Pertanggungjawaban (Spj), termasuk kegiatan swakelola yang dilaporkan fiktif. [tmc]